Seperti anak perempuan lain di DuBois, Pennsylvania, Amerika Serikat
(AS), Sarah Buckel menghabiskan waktunya untuk mendekorasi loker
sekolah. Dia menginginkan lokernya berwarna seperti yang dilihatnya di
layar televisi Disney Channel. Akan tetapi, dia tidak ingin ada sisa lem
perekat dari kertas penghias yang masih menempel di dinding loker. Pada
2006, tahun terakhirnya di sekolah menengah pertama, Sarah melihat
sejumlah temannya harus tinggal di sekolah justru pada hari terakhir
sekolah. Mereka berusaha keras untuk membersihkan sisa-sisa stiker yang
masih menempel di dinding loker sebelum meninggalkan sekolah.
Ayah
Sarah, Paul Buckel, merupakan pemimpin perusahaan yang dikenal dengan
nama Magna Card. Perusahaan ini memulai memproduksi kartu nama
bermagnet, dan kemudian memperluas usahanya ke produk lain seperti pita
magnetik dan penghapus memo magnetik. Di mata Paul, produk-produk yang
dihasilkan perusahaannya sudah mulai ketinggalan zaman. Pendapatnya pun
diamini beberapa jaringan toko besar yang menjual magnet dari MagnaCard.
Dia menyadari perusahaannya melakukan terobosan dengan menampilkan
produk baru yang lebih segar. “Kami adalah perusahaan kecil yang rapi
dengan produk-produk yang membosankan. Apabila kami tidak melakukan
sesuatu dengan segera, kami akan kehilangan pelanggan,” katanya.
Pada
saat yang sama, untuk menghias loker barunya di Sekolah Menengah Atas
DuBois dan melihat pengalamannya di sekolah sebelumnya, Sarah meminta
ayahnya untuk membuatkan semacam kertas dinding magnetik. Para desainer
perusahaan yang diminta merancang produk tersebut, tidak begitu yakin.
Pada
awalnya, mereka tidak bisa mengetahui bagaimana untuk memproduksi
kertas dinding di bawah 29,99 dolar AS per gulung. Beberapa bulan
kemudian, mereka berhasil membuat kertas dinding dengan harga 9,99 dolar
AS. Sarah, yang tertarik untuk berkarier dalam bidang desain interior
dan merencanakan melanjutkan kuliahnya di sekolah seni, membantu
mendesain pola kertas dinding yang dinilai dapat menarik bagi gadis
sekolah menengah pertama. Dia menyarankan pola kamuflase merah muda yang
populer di tim pemandu soraknya dan memveto sejumlah ide dari kalangan
profesional seperti pola tengkorak mini.
Dia juga meminta ayahnya
agar rancangan tersebut tetap berada pilihan untuk gadis-gadis
praremaja dan remaja. Pasalnya, sang ayah membuat contoh loker untuk
ditunjukkan kepada pembeli dengan potongan majalah yang bergambar aktor
Nicolas Cage. Sarah memprotes ide ayahnya tersebut. Layakkah Nicolas
Cage yang berusia di atas 40 menghiasi loker gadis remaja? Akhirnya pada
contoh kertas loker di rumahnya, dia menunjuk gambar Jones Brother,
yang dianggapnya lebih sesuai dengan usia remaja. Ternyata pembeli
menyukai ide kertas dinding loker tersebut.
Produk tersebut
kemudian ditempatkan di sejumlah jaringan toko besar seperti Target,
Staples, Rite Aid, dan menghasilkan lebih dari 1 juta dolar AS. ”Ekonomi
memang memburuk saat ini. Sejumlah kawan bahkan kehilangan bisnisnya
tapi kami mampu menjual di atas satu juta,” kata Paul.
Mereka
menjual enam pola kertas dinding yang berbeda, dari motif bunga-bungaan
ke motif titik sampai jejak harimau. Tidak hanya itu MagnaCard kemudian
membuat sejumlah aksesori tambahan untuk loker, dari magnet bentuk hati
sampai hiasan kata-kata seperti “laugh” dan “dream”.
Tak puas
dengan itu, Sarah dan ayahnya kembali berinovasi dengan merancang sebuah
kit untuk mendekorasi loker khusus untuk edisi ulang tahun, dan Paul
juga mengembangkan produk baru dengan menggunakan kertas bermuatan
listrik untuk kamar asrama dekorasi dan ruang lainnya. Dari uang hasil
hak paten tersebut, mereka pun memutuskan untuk membeli perusahaan
MagnaCard. (*/Koran Sindo)
No comments:
Post a Comment