Saturday, August 25, 2012

Tiramisu Cup ala Endang dan Suli



Keluarga ini pernah mengalami cobaan berat. Menolak untuk menyerah, keduanya berusaha melahirkan kembali usaha kue yang telah dirintis sebelumnya dan berhasil! Selain omzet berlipat ganda, bisnis tiramisu ini mereka jadikan motivasi untuk selalu berbuat baik pada sesama.

Tahun 2005 silam Endang Pudjiati harus kehilangan suami tercinta, Indayanto, yang meninggal akibat penyakit liver. Sebagai orang tua tunggal, Endang harus mencari pemasukan sendiri. Apalagi saat itu ketiga putra putrinya, Avit, Arief, dan Suli, masih butuh biaya. “Ada yang baru masuk kerja, dan ada pula yang masih kuliah,” papar wanita yang juga berprofesi sebagai relawan rohani


Kebetulan Endang hobi memasak dan pandai membuat tiramisu. Kue asal Italia yang punya aroma khas kopi ini merupakan  penganan favorit keluarga mereka. Si bungsu Suli pun akhirnya mendorong sang bunda untuk menjual tiramisu tersebut ke kampus. “Saya yang menjual ke teman-teman. Waktu itu yang ada dalam pikiran saya adalah bagaimana bisa Mandiri. Selain itu, saya merasa usaha ini bisa sekaligus memotivasi ibu untuk maju setelah ayah tiada,” ujar wanita bernama lengkap Dewi Suli Nurul Safitri tersebut.

Melihat semangat Suli, Endang pun jadi ikut semangat. Pasangan ibu-anak ini sepakat menjual tiramisu untuk mendapat pemasukan. Suli yang juga piawai membuat tiramisu menjajakan kue itu ke teman-teman kuliah. Ternyata mereka semua ketagihan. “Kabar pun menyebar dari mulut ke mulut dan selanjutnya pesanan mulai berdatangan,” ujar wanita kelahiran Denpasar, 25 April 1986 itu.

Menurut Endang, meski berskala rumahan, usaha tiramisu memberi keuntungan lumayan dan bisa membantu keuangan keluarga. Ketika baru mulai, konsep yang diterapkan sangat sederhana. Promosi hanya dilakukan dari mulut ke mulut, kemasan masih polos, dan belum ada variasi rasa. “Waktu itu kami masih menjual ClassicTiramisu, yakni tiramisu dengan paduan cokelat saja. Meski begitu, yang membeli ada saja karena mereka puas dengan rasanya. Tidak pahit,” papar Endang yang lahir di Jakarta, 24 November 1957 ini.

Kolaborasi keluarga perbaharui usaha
Untuk memulai pengembangan bisnis itu, mereka mengumpulkan modal bersama. Masing-masing anak menyumbangkan dana sebesar Rp 5 juta. Modal yang telah terkumpul itu digunakan untuk membuat media promosi, seperti brosur dan kartu nama, serta membeli materi kemasan, antara lain boks dan cup untuk wadah tiramisu.

Untuk membuat konsep yang baru, Endang dan anak-anaknya saling berbagi tugas. Putra pertamanya Avit, memegang peran dalam menangani konsep produk dan mengatur kegiatan usaha, sementara menantu Endang, Lucy Wiryono, yang dikenal publik sebagai presenter berbagai program televisi dan penyiar radio, turun tangan menjadi humas dan marketing. Anak keduanya Arief, menangani bagian pengadaan barang, sementara Suli bertugas mengawasi operasional dan pembukuan keuangan. Endang sendiri menangani kegiatan produksi dan inovasi produk.

Dengan sistem yang dimatangkan ini, lahirlah produk bernama MISU yang diambil dari kata "tiramisu". Nama produk sengaja dibuat sesimpel mungkin agar orang selalu ingat. Kemasan produk juga didesain sedemikian rupa agar tampilan cup dan warna terlihat menarik.

“Karena lebih banyak krimnya, tiramisu produk kami lebih cocok ditaruh di kemasan cup. Ini akan memudahkan konsumen saat memakannya. Tidak perlu dipotong-potong lagi sehingga tidak belepotan saat dimakan,” jelas Suli yang kini tengah mengandung anak pertama.

Untuk variasi, selain Classic Tiramisu Endang mengembangkan satu inovasi yang dinamakan Tiramisu Green Tea. Selanjutnya ia akan meluncurkan produk baru dengan varian rasa buah blueberry.

Untuk mengembangkan usaha, Misu juga dipasarkan lewat jejaring sosial. Ternyata responsnya sangat positif. Saat baru diluncurkan lewat akun Twitter, beberapa hari kemudian Endang dan Suli sudah mendapat order sebanyak 425 cup. Endang awalnya kaget dan tidak percaya, begitupun anak-anak mereka.

Order berkali-kali lipat
Kini  dalam proses produksi,  Endang sudah dibantu oleh 3 tenaga kerja dan 2 kurir. Setiap hari ia memproduksi 150 cup tiramisu. Untuk sebulan rata-rata  2.500 cup tiramisu terjual. Salah satu faktor yang membuat kreasi Endang sangat digemari adalah cita rasanya.

“Para pembeli suka karena rasanya tidak sepahit buatan Eropa. Kami memang berupaya untuk menyesuaikan dengan lidah orang Indonesia yang gemar penganan manis. Oleh karenanya, bahan-bahan seperti krim, susu, kopi, dan cokelat harus dipadu sedemikian rupa agar mendapatkan rasa manis, namun tetap ringan dan gurih,” jelas Endang.

Perubahan konsep dan persiapan yang jauh lebih matang mendatangkan hasil menggembirakan. Menurut Endang, penjualannya meningkat hingga berkali-kali lipat dibanding ketika mereka masih mengandalkan cara lama. “Dulu, kan, hanya mengandalkan promosi dari mulut ke mulut. Sekarang, berkat terobosan di bagian promosi dan marketing, kemajuannya signifikan,” ujarnya bahagia.

Tak ingin cepat puas dengan hasil yang ada, Endang dan anak-anak terus berusaha mengembangkan usaha. Kini mereka juga akan menyasar perusahaan-perusahaan. “Kami sudah pernah melayani order sampai ratusan cup untuk perusahaan yang ingin berbagi dengan karyawan,” ujar Endang senang. (*/Majalah Sekar)

No comments: